Umat Islam di Indonesia Abad XX (Bagian IV)

Oleh
Yudhi Andoni
(Dosen Sejarah, FIB, Unand)

kato.id/22 Juli 2023

Respon Umat Islam terhadap Alam Kolonialisme

Alam kolonial dan praktik berjejaring dalam komunitas Islam telah melahirkan serangkaian respon mutakhir. Alam kolonial yang “mengusulkan” modernitas keterjajahan dan hubungan dengan Dunia Islam yang tengah bergerak pada pembaruan pemahaman keislaman melahirkan berbagai respon di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20 itu.

Respon pertama adalah menerima gagasan nasionalisme sebagai metodologi gerakan anti-kolonial Umat Islam Indonesia. Penerimaan paham nasionalisme ini membentuk agen-agen nasionalis Indonesia. Mereka memadukan keinginan membentuk satu bangsa yang merdeka namun dalam naungan nilai-nilai keislaman.

Hal menarik dari kemunculan kaum nasionalis Islam Indonesia ini adalah mereka berasal dari kalangan pesantren, surau, atau lembaga pendidikan Islam. Mereka bukan kelompok terpelajar hasil sistem Politik Etis kolonial Belanda (Ilyas, 2020; Setiawan, 2018). Kesadaran nasionalisme mereka terutama berbasis Al Quran dan Hadits Nabi. Kaum nasionalis Islam ini, seperti HOS Cokroaminoto, Abdoel Moeis, dan mereka yang tergabung dalam Syarikat Islam (SI) menyerukan anti-kolonial mereka dengan mengutip ayat-ayat Al Quran dan Hadits Nabi yang berkenaan dengan kezaliman, kemiskinan, dan usaha untuk keluar membantu kaum miskin serta teraniaya.

Selain itu, kemunculan nasionalisme Islam dan tokoh-tokohnya di Hindia-Belanda yang memperjuangkan kemerdekaan umat Islam Indonesia merupakan fase baru dalam kehidupan mereka. Untuk kali pertama, Umat Islam Indonesia melihat diri mereka sebagai entitas khusus ketimbang bagian dari masyarakat Muslim global. Oleh karena itu, keberadaan kaum nasionalis Islam ini menjadi fenomena penting di abad ke-20.

Respon kedua adalah menjadi seorang Marxist untuk menunjukkan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Sebelum Islam dijadikan ideologi oleh kalangan nasionalis atau pan-Islamis di Hindia-Belanda, marxisme merupakan pandangan yang “laku” untuk mengungkapkan realitas historis sebagai bangsa terjajah. Analisis Marxisme tentang kelompok kapitalis yang menghisap kaum proletar yang papah dan miskin kemudian menjadi jargon penting para aktivis Islam Kiri di Hindia-Belanda di awal abad ke-20.

Yang Muda yang bersemangat

Para ulama-ulama muda yang bersemangat, dan melihat kolonialisme Belanda sebagai sistem penghancur umat Islam, merupakan para pendukung awal gerakan Marxisme Islam ini di Hindia-Belanda. Terdapat nama-nama kondang di antara para ulama muda tersebut. Salah seorang yang terkenal di kalangan mereka adalah Haji Datuk Batuah dari Sumatera Thawalib (Fatimah, 2018; Hanafi & Hardi, 2021; Marzali, 2020; Zed, 2004).

Haji Datuk Batuah adalah guru di sekolah Sumatera Thawalib. Ia relatif berhasil mengumpulkan murid-murid berbakat mendukung paham Marxismenya. Mereka kemudian mendirikan Bofet Merah, dan menerbitkan majalan Jago-Jago sebagai medium menyebarkan gagasan “Islam Kiri” mereka. Meskipun demikian, Haji Datuk Batuah cukup naif menafikan bahwa Marxisme adalah jiwa dari komunisme, satu sistem yang menihilkan peran agama dan Tuhan.

Gerakan “ IslamKiri” Haji Datuk Batuah kemudian dapat ditumpas kolonial Belanda, sebagian ditangkap, lainnya dibuang ke Digul. Puncak dari penghancuran gerakan Marxisme dan Komunisme di Hindia-Belanda adalah pasca gagalnya Pemberontakan Silungkang tahun 1926/27 (Marzali, 2020; Zed, 2004).

Respon ketiga dari realitas alam kolonial dan terbentuknya jaringan Islam di Hindia-Belanda pada awal abad keduapuluh adalah dukungan terhadap pembentukan kekalifahan universal dalam gerakan Pan-Islamisme. Pan-Islamisme sendiri sebuah praktik politik yang mencari dukungan politik dan ekonomi terwujudnya satu kekuasaan politik Islam seperti halnya masa Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Namun sayang, gerakan ini relatif tidak mendapat dukungan di kalangan umat Islam karena kuatnya pengaruh kaum nasionalis Islam, dan tekanan politik kolonial Belanda.

Diantara tokoh yang mendukung Pan-Islamisme adalah Tan Malaka. Namun Tan tidak seratus persen mengharapkan Pan-Islamisme dapat berjalan di Indonesia. Bagi Tan, Pan-Islamisme akan sukses bila bersanding dengan komunisme yang pada saat bersamaan memiliki jaringan luas dengan sumber daya berlimpah (Malaka, 1922). Tapi pada akhirnya Tan Malaka sendiri dibuang oleh Komitren atau jaringan Komunis Internasional karena terlalu “agamis”. Sementara kalangan Islam pun curiga dengan Tan Malaka karena pandangan politiknya yang sangat marxis.

Bibliography

Ariwibowo, T. (2021). Strategi Perang Semesta: Pertempuran Pangeran Diponegoro Menghadapi Belanda 1825-1830. Syntax Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(5). https://doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i5.2742
Azyumardi Azra, 1955-. (2004). Jaringan ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII : melacak akar-akar pembaruan pemikiran Islam di Indonesia (Ed. rev. cet. 1). Kencana.
Bahiej, A. (2006). Sejarah dan Problematika Hukum Pidana Materiel di Indonesia. Sosio-Religia, 5(2).
Fatimah, S. (2018). Pengaruh Komunis Terhadap Radikalisme Pelajar Sumatera Thawalib Di Padang Panjang Tahun 1923 – 1927. Ilmu Sejarah – S1, 3(2).
Hanafi, S., & Hardi, E. (2021). Sumatra Thawalib Padang Panjang dan Masuknya Paham Komunis Pada Tahun 1923. Jurnal Kronologi, 3(1). https://doi.org/10.24036/jk.v3i1.118
Ilyas, I. (2020). Islam dan Kebangsaan: Pergumulan dalam BPUPKI, PPKI, dan Piagam Jakarta. Buletin Al-Turas, 26(1). https://doi.org/10.15408/bat.v26i1.13921
Malaka, T. (1922). Komunisme dan Pan-Islamisme. Yayasan Massa, 1922.
Marzali, A. (2020). PEMBERONTAKAN KOMUNIS SILUNGKANG 1926–1927 SEBUAH GERAKAN ISLAM REVOLUSIONER. Paradigma: Jurnal Kajian Budaya, 10(1). https://doi.org/10.17510/paradigma.v10i1.394
Masri, H., Suprayitno, S., & Ratna, R. (2018). War Strategy Done by Gayo and Alas People Against Dutch Colonial (1901-1912). Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal) : Humanities and Social Sciences, 1(2). https://doi.org/10.33258/birci.v1i2.10
Mulya, L.-. (2018). KEBIJAKAN MARITIM DI HINDIA BELANDA: Langkah komersil pemerintah kolonial. MOZAIK: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora, 7(1). https://doi.org/10.21831/moz.v7i1.5543
Nasbi, I. (2019). JAMALUDDIN AL-AFGHANI (PAN-ISLAMISME DAN IDE LAINNYA). Jurnal Diskursus Islam, 7(1), 70–79. https://doi.org/10.24252/JDI.V7I1.9805
Nasuhi, H. (2020). Tasawuf dan Gerakan Tarekat di Indonesia Abad ke-19. Refleksi, 2(1). https://doi.org/10.15408/ref.v2i1.14387
Noupal, M. (2016). Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia Abad 19 dari Ortodoksi ke Politisasi. Intizar, 22(2). https://doi.org/10.19109/intizar.v22i2.943
Prasadana, M. A. F., & Gunawan, H. (2019). KERUNTUHAN BIROKRASI TRADISIONAL DI KASUNANAN SURAKARTA. Handep: Jurnal Sejarah Dan Budaya, 2(2). https://doi.org/10.33652/handep.v2i2.36
Setiawan, I. S. (2018). Islam dan Nasionalisme: Pandangan Pembaharu Pendidikan Islam Ahmad Dahlan dan Abdulwahab Khasbullah. Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies, 2(1). https://doi.org/10.21009/hayula.002.1.01
Tedy, A. (2017). TAREKAT MU’TABAROH DI INDONESIA (Studi Tarekat Shiddiqiyyah dan Ajarannya). El-Afkar, 6.
Utami, I. W. P. (2015). Monetisasi dan Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa Abad XIX. Sejarah Dan Budaya, 09(01).
Van den Avenne, C. (2021). Colonialism. Langage et Société, Hors série(HS1). https://doi.org/10.3917/ls.hs01.0048
Zainurofieq, Z. (2021). Gerakan Politik Kaum Tarekat dalam Sejarah Indonesia. Jurnal Iman Dan Spiritualitas, 1(4). https://doi.org/10.15575/jis.v1i4.15027
Zed, M. (2004). Pemberontakan Komunis Silungkang 1927: Studi Gerakan Sosial di Sumatera Barat. Syarikat Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *