Umat Islam di Indonesia Abad XX (Bagian II)

Oleh
Yudhi Andoni
(Dosen Sejarah, FIB, Unand)

kato.id/16 Juli 2023.

Awal Kolonialisme Belanda

Untuk sampai pada perbincangan Umat Islam Indonesia, perlu kita mendapatkan gambaran setting ruang dan waktu kala itu. Ruang dan waktu adalah titik sentral yang melingkupi berbagai praktik-praktik pergerakan Umat Islam Indonesia sepanjang masa 1900 sampai 1942.

Kolonialisme Belanda di Indonesia lahir dari keberadaan VOC atau Kamar Dagang Timur Jauh yang didirikan pemerintah Belanda di Eropa pada tahun 1602. VOC kemudian menjelma sebagai perusahan dengan kekuasaan seperti negara di zaman modern. VOC memiliki mata uang, tentara, dan daerah kekuasaan sebagai hasil taklukan. VOC kemudian bangkrut dan digantikan oleh Kegubernuran Jenderal Belanda yang dimulai pada 1800.

Sepanjang tahun 1800 sampai 1900, Gubernur Jenderal Belanda di Batavia yang menjadi kepala pemerintahan di Hindia-Belanda menghadapi berbagai pertentangan fisik dengan kaum bumiputera. Mereka menghadapi perlawanan bersenjata orang Indonesia mulai dari Aceh di Barat sampai Papua di Timur (Ariwibowo, 2021). Dasar perlawanan atas kolonialisme Belanda disebabkan oleh berbagai praktik-praktik eksploitasi dan segregasinya.

Praktik kolonialisme Belanda yang dijalankan di HIndia-Belanda adalah dominasi. Dengan dominasi Gubernur Jenderal melakukan penguasaan individu dan kolompok masyarakat yang ada, baik bumiputera, Eropa lain, maupun orang-orang Timur Asing lainnya yang ada di Hindia-Belanda. Praktik dominasi ini bertopangkan pada kekuasaan yang didukung kekuatan ekonomi, teknologi, dan militer. Singkatnya kolonialisme Belanda merupakan praktik dominasi yang bertujuan mengontrol seluruh aspek kehidupan warga jajahannya (Van den Avenne, 2021).

Pengontrolan itu dilakukan Gubernur Jenderal di Batavia melalui seperangkat kebijakan dan alat kekuasaan yang langsung berada di bawah perintahnya. Selama seratus tahun, sejak tahun 1800 sampai 1900, kontrol gubernur jenderal Belanda berhasil melalui pengenalan dan pemaksaan sistem ekonomi uang mengganti barter yang selama ini menjadi alat bayar di berbagai daerah (Utami, 2015); memaksakan satu sistem alat transportasi massal (Mulya, 2018), memastikan peran keamanan (polisi. marsose) sebagai bukti kehadiran kekuasaan kolonial (Masri et al., 2018); mengenalkan serta mendesakkan satu Sistem Pengadilan bagi seluruh warga jajahan (Bahiej, 2006); dan ada sistem birokrasi atau Ambtenaar sebagai kepanjangan tangan tirani sang gubernur ke desa-desa atau pelosok negeri (Prasadana & Gunawan, 2019).

Dampak dari dominasi Gubernur Jenderal Belanda selama seratus tahun itu telah mendatangkan berbagai kesukaran bagi penduduk asli dan pendatang di negeri ini. Kesukaran dan kesulitan yang terjadi dari dominasi yang buruk itu menciptakan gerakan-gerakan anti-kolonial. Namun semua gerakan anti kolonial itu dapat dihancurkan serta memperkuat dominasi Belanda di seluruh kepulauan Indonesia, sehingga pada akhir abad kesembilan dapat kita katakan sebagai masa terbentuknya negara kolonialisme Belanda di negeri ini.

Bibliografi

Ariwibowo, T. (2021). Strategi Perang Semesta: Pertempuran Pangeran Diponegoro Menghadapi Belanda 1825-1830. Syntax Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(5). https://doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i5.2742
Azyumardi Azra, 1955-. (2004). Jaringan ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII : melacak akar-akar pembaruan pemikiran Islam di Indonesia (Ed. rev. cet. 1). Kencana.
Bahiej, A. (2006). Sejarah dan Problematika Hukum Pidana Materiel di Indonesia. Sosio-Religia, 5(2).
Malaka, T. (1922). Komunisme dan Pan-Islamisme. Yayasan Massa, 1922.
Masri, H., Suprayitno, S., & Ratna, R. (2018). War Strategy Done by Gayo and Alas People Against Dutch Colonial (1901-1912). Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal) : Humanities and Social Sciences, 1(2). https://doi.org/10.33258/birci.v1i2.10
Mulya, L.-. (2018). KEBIJAKAN MARITIM DI HINDIA BELANDA: Langkah komersil pemerintah kolonial. MOZAIK: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora, 7(1). https://doi.org/10.21831/moz.v7i1.5543
Nasbi, I. (2019). JAMALUDDIN AL-AFGHANI (PAN-ISLAMISME DAN IDE LAINNYA). Jurnal Diskursus Islam, 7(1), 70–79. https://doi.org/10.24252/JDI.V7I1.9805
Nasuhi, H. (2020). Tasawuf dan Gerakan Tarekat di Indonesia Abad ke-19. Refleksi, 2(1). https://doi.org/10.15408/ref.v2i1.14387
Noupal, M. (2016). Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia Abad 19 dari Ortodoksi ke Politisasi. Intizar, 22(2). https://doi.org/10.19109/intizar.v22i2.943
Prasadana, M. A. F., & Gunawan, H. (2019). KERUNTUHAN BIROKRASI TRADISIONAL DI KASUNANAN SURAKARTA. Handep: Jurnal Sejarah Dan Budaya, 2(2). https://doi.org/10.33652/handep.v2i2.36
Tedy, A. (2017). TAREKAT MU’TABAROH DI INDONESIA (Studi Tarekat Shiddiqiyyah dan Ajarannya). El-Afkar, 6.
Utami, I. W. P. (2015). Monetisasi dan Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa Abad XIX. Sejarah Dan Budaya, 09(01).
Van den Avenne, C. (2021). Colonialism. Langage et Société, Hors série(HS1). https://doi.org/10.3917/ls.hs01.0048
Zainurofieq, Z. (2021). Gerakan Politik Kaum Tarekat dalam Sejarah Indonesia. Jurnal Iman Dan Spiritualitas, 1(4). https://doi.org/10.15575/jis.v1i4.15027

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *