Hidup Bergaya

Dunia iklan di Minangkabau masa kolonial menjadi penanda sebergaya apa orang-orang kota di Bukittinggi, Payakumbuh, Padang, dan kaum terpelajar. Iklan masa itu seakan pengukur semadjoe (baca: semaju) apa mereka dalam merengkuh modernitas kolonial.

Modernitas kolonial adalah konsep lelaku yang mengimitasi nilai-nilai Barat sebagai orientasi kemajuan kaum bumiputera. Seni berpakaian, mulai dari gaya rambut, baju, celana, dan sepatu kulit menjadi instrumen penting kemodernan. Mereka yang berpakaian jas, dasi, celana pantalon, sepatu kulit, dan necis dianggap lebih modern dibanding orang kampung yang cuma bersarung, atau tidak beralas kaki. Atau yang berpakaian gamis ala Arab dianggap kolot atau jumud.

Kehidupan bergaya ini telah mendatangkan serangkain konflik pemikiran, bahkan pada titik tertentu merembet pada masalah kafir mengkafirkan. Bagi kaum tua kalangan agama, pakaian-pakaian yang mencirikan modernitas kolonial dianggap kafir. Mereka menyerupai cara orang Kristen berpakaian. Barangsiapa yang menyerupai satu kaum, apalagi kaum Kristen, maka fix banyak orang Minangkabau dianggap telah keluar dari Islam. Telah kafir.

Sementara pada sisi lain, kaum tradisi melihat gaya berpakaian modernitas kolonial dianggap sebagai ancaman terhadap posisi mereka dalam struktur kekuasaan kolonial kala itu. Pemerintah kolonial sendiri pasca pelaksanaan Politik Etis yang melahirkan tenaga-tenaga terdidik atau calon birokrat tidak terlalu tertarik menggunakan pengaruh penghulu atau datuk yang dianggap kontra produktir dengan birokrasi modern yang hendak diterapkan.

Kondisi itu membuka peluang bagi para lulusan sekolah pemerintah untuk mengisi pos jabatan baru yang ditawarkan pemerintah. Apalagi di sisi pemerintah kolonial, generasi baru Minangkabau yang modern itu dianggap dapat menjalankan tujuan-tujuan kolonialisme mereka di negeri Bundo Kanduang ini.

Meski perdebatan, persaingan, dan kecaman terus dialamatkan pada kaum modernis Minangkabau di awal abad ke-20 oleh kalangan kaum tua agama, dan penghulu. Namun legitimasi keagamaan terhadap cara bergaya itu didapatkan kaum modernis Minangkabau dari kalangan Ulama Muda. Mereka justru mendapatkan “kelegaan” normatif secara keagamaan dengan pembelaan kaum Ulama Muda, seperti Haji Abdullah Ahmad, Haji Rasul, Inyiak Djambek, dan kelompok mereka yang tak saja membela dalam bentuk ucapan, tapi sekaligus mempraktikkan cara berpakaian gaya modern tersebut.

Sampai dekade ketiga abad ke-20, perdebatan dan kecaman tersebut mulai berkurang. Apalagi gaya hidup modernitas kolonial justru tidak menjadikan orang Minang menjadi kafir atau menjauh agamanya. Justru cara berpakaian modern telah menjadi kebiasaan sehari-hari, bahkan mendatangkan jenis pekerjaan baru.

Salah satu pekerjaan pendukung utama kehidupan bergaya orang kota di Minangkabau masa kolonial adalah para Tukang Dobi, dan Binatu. Keduanya memainkan peran penting membentuk identitas kemodernan orang Minangkabau sezaman.

Berpakaian necis merupakan identitas kemodernan. Necis berarti rapi, terstrika, dan ada “sandiang” pada lipatan pakaiannya. Untuk bisa necis, orang-orang muda Minang yang modern akan meluangkan waktunya ke tukang dobi untuk menstrika pakaiannya dengan necis.

Pakaian itu tentu juga tak sembarangan dicuci. Harga baju jas, celana pentalon tak bisa dicuci oleh tangan-tangan tidak terampil. Maka dari itu, pada setiap pekan, mereka akan mendatangi tukang binatu atau laundry dalam istilah masa kini untuk mencuci pakain modern mereka.

Tukang dobi dan binatu yang handal serta piawai akan didatangi banyak orang. Dan tidak semua orang bisa menjadi tukang binatu atau tukang dobi. Salah satu kawasan penting yang sampai hari ini terkenal di Kota Padang, adalah Jalan Dobi, dekat BNI di Pondok. Selain itu, di Padangpanjang terdapat Kampuang Dobi. Penggunaan nama kawasan itu jelas menunjukkan bahwa pekerjaan Dobi kala itu sangat terkenal dan prestisius.

Para tukang dobi dan binatu yang terkenal akan memasang iklan di media massa cetak yang terbit kala itu. Mereka menawarkan jasa pekerjaan yang rapi. Necis. Dan harga terjangkau.

Selain iklan tukang dobi dan binatu. Iklan paling banyak yang diterbitkan di media massa cetak kala itu adalah sepatu kulit. Sepatu kulit merupakan indikator kemodernan. Bung Hatta merupakan salah seorang pecinta sepatu kulit. Bung Hatta sangat “tergila-gila” dengan sepatu kulit bermerek Bally. Sayang Bung Hatta tak kesampaian membelinya.

Sepatu kulit menjadi salah satu prasyarat menjadi orang modern. Sepatu kulit umumnya wajib dipakai siswa Sekolah Radja, Bukittinggi. Pada akhir abad ke-19, murid-murid Sekolah Radja tidak berkewajiban membeli atau memakai sepatu kulit. Namun pada foto murid-murid ini di dekade pertama abad ke-20, tampak sepatu kulit, jas, dasi, dan calana pantalon menyatu sebagai “seragam” sekolah.

Sekolah Radja di Bukittinggi merupakan konsumen utama iklan media massa cetak kala itu. Bagaimanapun, pemerintah kolonial menetapkan standar yang tinggi terhadap kehidupan dan gaya hidup mereka di tengah masyarakat. Bagi pemerintah kolonial, keseharian siswa Sekolah Radja menjadi representasi kemadjoean zaman.

Tak heran para murid Sekolah Radja menjadi indikator atau pengukur semodern atau sebergaya apa kaum terpelajar kala itu. Gaya hidup mereka kemudian merembes pada kelompok Islam kota atau kaum modernis Islam urban yang diwakili murid-murid Adabiyyah School di Padang.

Hidup bergaya merupakan bagian dari tujuan para kaum terpelajar. Mereka meski tidak terikat aturan berpakaian ala siswa Sekolah Radja. Namun kesadaran itu melahirkan berbagai kreativitas berpakaian, dimana mereka menambahkan aksesoris yang membawa nilai-nilai baru yang mereka sadari sebagai pembeda dengan “anak-anak mas kolonial” di Sekolah Radja.

Penemuan aksesoris ini tak saja membawa mereka pada gagasan kemajuan ala bumiputera, tapi juga keinginan keluar dari kukungan pemerintah kolonial. Kemerdekaan merupakan temuan penting dari hidup bergaya kaum terpelajar yang tercerahkan. Wallahu’alam. (Telah dimuat di Harian Singgalang Minggu, 20 November 2022).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *