Siapa manusia dalam sejarah itu?: Seri Jalan Jadi Sejarawan (2)

Authors: Herodotus White, John S. (John Stuart), 1847-1922, ed

Seperti telah kami ungkap pada seri pertama, Begini Cara Mudah Studi Sejarah. Kajian tentang sejarah pasti menyangkut manusia. Meski begitu, tak semua manusia bisa jadi objek studi sejarah. Ada beberapa persyaratan mesti terpenuhi untuk melakukan sebuah studi sejarah tentang manusia masa lampau. Nah langkah awal studi manusia masa lalu adalah menetapkan syarat, atau batas kemanusiaan mereka pada masa lampau itu dalam sejarah.

Yudhi Andoni Sejarawan Universitas Andalas

(Kato.id-18/1/2021). Unsur dimensi, dan objek kajian tentang manusia mengikat sebuah studi sejarah. Untuk itu, kita perlu memahami lebih dulu soal dimensi dan objek studi sejarah ini. Kali ini kita akan membahas dimensi sejarah pada besaran kuantitas dan kualitasnya.

Apa sesungguhnya dimensi sejarah manusia masa lalu yang kita tuju sebagai objek studi itu? Seperti apa objek studi sejarah tersebut? Apa batasan sebuah objek studi sejarah? Untuk itu, secara singkat, patut kita mengetahui arti atau konsep dimensi sejarah.

Dimensi sejarah

Pertama soal dimensi sejarah. Dimensi sejarah manusia memiliki besaran dan satuannya tersendiri. Studi sejarah berikat pada satu dimensi manusia masa lampau melalui pembacaan kuantitas dan kualitas tertentu.

Pertama, pembacaan pada sisi kuantitas. Dimensi sejarah pada besaran kuantitas, artinya aktivitas atau gagasan manusia masa lalu itu kita ukur secara kuantitas. Yakni dengan satuannya pada unsur angka, tulis atau teks, atau satu simbolisasi tertentu.

Secara sederhana kita pahami. Manusia tanpa data angka, tertulis, atau memberi kita satu informasi simbolik. Tak bisa kita masukan dalam besaran kuantitas dimensi studi sejarah.

Singkatnya, dimensi sejarah dapat terpenuhi. Apabila si sejarawan memiliki besaran data angka, tertulis/teks, dan atau simbol tentang manusia yang menjadi objek kajiannya. Bila kita rumuskan dapat seperti di bawah ini.

BSk = Besaran sejarah kuantitas Dak = Data angka DTs = Data tertulis/teks DSmb = Data Simbol

Dimensi kualitas

Kedua, pemahaman pada posisi kualitas. Dimensi sejarah dalam besaran kualitas artinya; aktivitas atau gagasan manusia masa lampau memiliki satuan keunikan tertentu. Dampak. Dan membawa perubahan luar biasa dalam masyarakat.

Pendeknya dimensi sejarah bisa kita cukupkan apabila si sejarawan menubuhkan besaran data keunikan plus dampak. Atau ia bisa meramu data keunikan tambah data perubahan. Secara rumusan dapat kita ajukan seperti di bawah ini.

BSks = Besaran sejarah kualitas Dke = Data Keunikan DDk = Data Dampak DP = Data Perubahan

Apa yang dapat kita simpulkan berdasarkan besaran kuantitas dan kualitas dari dimensi sejarah di atas? Satu dimensi sejarah tentang manusia masa lalu merupakan perkalian besaran kuantitas dan besaran kualitas di dalamnya. Dimensi manusia dalam studi sejarah mesti memiliki unsur pembentuk dari besaran kualitas dan kuantitas tersebut.

Maka dari itu, manusia masa lalu dalam dimensi sejarah sebagai objek sebuah studi mestilah; mereka (individu atau kelompok sosial) pemberi si sejarawan sebuah informasi pada tahap awal. Dan data ketika proses penelitian berlangsung melalui angka-angka, teks tertulis, atau simbol tertentu. Semua itu menerangkan adanya satu keunikan dan dampak, serta perubahan yang telah terjadi di masa lalu. Untuk itu dapat kita formulasikan.

DS = Dimensi Sejarah

Secara sederhana sebuah studi sejarah dilakukan dalam dimensi kuantitas dan kualitas; keberadaan angka-angka (bisa naik bisa menurun), pernyataan tertulis/ teks atau simbol yang menunjukkan keunikan tertentu, dampak terhadap masyarakat, dan perubahan luar biasa yang menjadi ingatan kolektif atau bersama. Tanpa adanya petunjuk atas data angka, teks, dampak, dan perubahan itu di berbagai sumber sejarah. Maka tak ada studi sejarah.

Sasaran

Gambar koleksi: Tropen Museum. Negatief. Echtpaar in traditionele feesttooi; de vrouw is de vroeger beroemde “Roos van Padang Tidji”, de man het hoofd van die plaats (1939)

Objek dalam bahasa sederhana berarti sasaran, tujuan, atau target sebagai penentu satu studi atau kajian yang akan kita lakukan. Objek dalam konteks ini bukan berupa benda, atau materi. Secara materi objek studi sejarah adalah manusia. Jadi apa sasaran studi sejarah manusia masa lampau itu?

Sasaran atau target kita sebagai sejarawan dalam studi sejarah cuma dua. Pertama, memahami segala aktivitas dan gagasan manusia masa lalu. Kedua, menjelaskan aktivitas dan gagasan mereka dalam satu bentuk rekontruksi yang bernama historiografi. Historiografi dapat kita buat melalui serangkaian kerja penulisan. Atau eksplanasi dalam karya sejarah itu melahirkan produk-produk kreatif seperti film, video dokumenter, atau kreasi elektronik lain. Untuk melahirkan sebuah konstruk historiografi yang baik, tentu tak semua objek kemanusiaan kita kaji.

Sebagai sebuah objek studi sejarah. Pemahaman itu dapat kita lakukan bila seleksi telah usai kita buat melalui formulasi besaran dan satuan dimensi sejarah. Sebuah aktivitas atau gagasan manusia masa lampau bisa masuk ke ranah studi; bila telah memiliki dimensi kuantitas dan kualitas. “Ya manusia sejarah ini telah LAYAK menjadi objek studi sejarah!” Demikian kira-kira kesimpulan awal si sejarawan.

Oleh karena itu pemahaman kita lakukan melalui pembacaan ulang atas dimensi kuantitas dan kualitas. Caranya si sejarawan wajib mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap satuan besaran dari dimensi sejarah yang telah ia hasilkan. Setidaknya ada dua bentuk pertanyaan kritis yang dapat kita ajukan; kausalitas (sebab-akibat), dan atau komparatif (terjadi di satu tempat dan pada waktu lain).

Pertanyaan-pertanyaan

Pertunjukkan seni di Sekolah Radja, Bukittinggi (Akhir abad ke-19)

Pertanyaan-pertanyaan itu misalnya; Pertama, misalkan objek studi sejarah kita adalah petani pada satu dimensi ruang waktu tertentu. Apakah mata pencaharian sebagai petani merupakan pekerjaan utama atau sampiran? Kenapa utama atau mengapa sampiran? Apa sebab penduduk yang dekat dengan kota masih memertahankan pekerjaan mereka sebagai petani? Atas dasar apa penduduk satu kampung bertahan menjadi petani, padahal daerah mereka telah menjadi target pembangunan hunian? Kenapa petani melakukan sebuah perlawanan atau pemberontakan?

Sementara pertanyaan bersifat perbandingan. Antaranya meliputi; Kenapa petani di satu tempat dan satu waktu tidak melawan kala tanah-tanah mereka dirampas? Kenapa satu tempat lebih banyak pedagang dari petani?

Kedua, umpama sasaran studi kita adalah mahasiswa. Mengapa gerakan mahasiswa 1998 lebih tertarik pada isu-isu suksesi ketimbang kemiskinan? Apa penyebab gerakan mahasiswa 1966 gagal menumbangkan Rezim Orde Baru? Apa yang membedakan gerakan mahasiswa lulusan Stovia dengan PI di Belanda?

Ketiga, andai kajian sejarah kita menyangkut kaum urban. Kenapa kaum urban Jakarta memilih gaya hidup kebarat-baratan daripada meniru style betawi yang menjadi dasar masyarakatnya? Apakah penggunaan baju dengan segala pangkatnya dalam pakaian dinas Presiden Sukarno merupakan wujud pengaruh fasisme Jepang pada yang bersangkutan?

Pertanyaan-pertanyaan kausalitas dan komparatif akan memberi kita data-data angka, teks, dan simbolik. Data-data inilah kemudian perlu kita jelaskan, sehingga melahirkan satu pandangan atau gagasan tentang masa lalu yang orang bisa rujuk.

Eksplanasi sejarah

Adu Jawi di Sumatera Barat (1930an)

Eksplanasi sejarah merupakan tujuan vital sebuah studi sejarah. Sejarawan wajib memberikan sebuah penjelasan atas temuan, dan gagasannya sendiri tentang manusia yang menjadi objek studinya. Bagaimana si sejarawan memberikan ekspalanasi? Mereka mesti menggunakan konsep atau teori ilmu sosial, atau humaniora lain.

Seorang atau sekelompok petani yang bekerja pada satu kampung selama puluhan tahun. Telah berganti pemerintahan. Tapi nasib mereka tetap tidak berubah. Mereka tetap dalam keadaan papah. Tak bisa meningkatkan taraf hidupnya, meski sekuat apapun dia bekerja di sawahnya. Inilah temuan hasil pemahaman si sejarawan pasca membaca datanya berupa angka, teks, atau simbolik. Maka dari itu, dalam upayanya menjelaskan fakta historis tersebut, si sejarawan dapat menggunakan konsep kemiskinan struktural milik ilmuwan sosiologi.

Kita juga dapat menggunakan teori atau konsepsi ilmu humaniora lain seperti bahasa, teks, atau budaya. Dalam upaya eksplanasi sasaran kajian sejarah tentang mahasiswa, dan kaum urban di atas.

Baik segitu dulu materi kita kali ini berkaitan; Siapa manusia dalam sejarah itu?: Seri Jalan Jadi Sejarawan. Bahan ini akan kita lanjutkan pada kesempatan mendatang; yakni menyangkut batasan-batasan kajian manusia sebagai objek studi sejarah. Salam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *