Islamisasi Surau di Minangkabau

Oleh Yudhi Andoni (Dosen Sejarah Universitas Andalas, Padang)

kato.id/ 4 Juli 2023. Dunsanak ambo. Bisa dikatakan kalau urang awak nan di darek, yaitu wilayah yang ada di sekitar kaki Gunung Merapi dan Singgalang. Mereka mulai mendapatkan pencerahan nilai-nilai Islam pada abad ke 18 masehi. Tapi dunsanak bana, kalau dunsanak menyatakan Islam telah ada di ranah Minangkabau jauh sebelum itu, bahkan sejak abad ke 8 atau setelahnya. Ada memang beberapa catatan sejarah tentang kehadiran pemukiman Muslim di pesisir barat Minangkabau sejak abad ke-8 atau ke-9. Tapi yang ambo maksud di awal tadi adalah pada proses islamisasi di darek, yang menyebabkan Islam diterima secara merata oleh orang Minangkabau sebagai agama, menggantikan kepercayaan lama mereka seperti animisme, dinamisme, Hindu, atau Budha.

Agama Islam di darek mulai berkembang secara pesat setelah tumbuh dan menyebarnya surau-surau dari kawasan pesisir barat, dan rantau timur Minangkabau. Surau Syekh Burhanuddin sendiri di pesisir barat Minangkabau adalah pionir pertama meletakan sistem pendidikan tradisional Islam di abad ke-18. Surau Ulakan tempat Syekh Burhanudin mengajar ini menjadi pintu penyebaran agama islam ke pedalaman Minangkabau. Murid-Murid beliau yang banyak itu, setelah selesai belajar mereka kemudian pulang ke daerah masing-masing, dan mendirikan surau mereka sendiri. Mereka mengajarkan nilai-nilai agama Islam kepada orang-orang kampung mereka sendiri. Pada awalnya tentu mereka mengajarkan tentang rukun iman dan rukun Islam, tanpa mempersoalkan tradisi-tradisi yang tidak mendatangkan syirik kepada Allah.

Cara damai dan toleran terhadap tradisi itu, membuat Syekh Burhanudin dan murid-murid beliau dapat mengajarkan agama Islam tanpa adanya konflik dengan kaum adat Minangkabau. Metode pengajaran Kaum Ulakan ini membuat kaum adat tidak mempersoalkan keberadaan mereka di nagari-nagari Minangkabau. Oleh karena itu tidak salah juga kalau kita nyatakan Syekh Burhanuddin di Ulakan Pariaman diposisikan sebagai ulama pembaru pemahaman agama urang Minangkabau pada abad ke 18 itu.

II

Sementara di periode yang sama, di bagian pesisir timur Minangkabau pergerakan Islamisasi urang di dareiqh dipraktikan oleh Urang Siak. Urang Siak adalah istilah yang awalnya berasal dari keberadaan orang-orang Siak di Riau sana yang menyebarkan Islam ke ranah Minangkabau, dan lambat laun menjadi penyebutan bagi orang-orang surau di kawasan timur Minangkabau. Urang Siak seperti halnya Syekh burhanudin mendirikan surau-surau mereka, dan mengajarkan penduduk Minangkabau dengan agama Islam. Mereka tampaknya juga toleran terhadap praktik-praktik adat orang Minangkabau, asalkan tindakan itu tidak melakukan perbuatan syirik atau menyekutukan Tuhan. Cara islamisasi urang siak ini ternyata relatif berhasil mengislamkan orang Minangkabau di nagari-nagari di kawasan Lima Puluh Loto dan Tanah Datar.

Gerakan Urang Ulakan yang naik dari Barat, dan Urang Siak yang datang dari timur pada abad ke 18 itu telah menyapu bersih hal-hal yang bersifat ketuhanan dari paham animisme, dinamisme, Hindu dan Budha dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Pada masa ini bisa kita sampaikan kalau hampir 95 persen orang Minangkabau telah beragama Islam. Dua kelompok ini memainkan peran vital dalam sejarah sebagai pembentuk utama identitas orang Minangkabau.

Usaha-usaha dua kelompok ini telah menjadikan Islam tidak bisa dilepaskan dari orang Minangkabau. Bukan Urang Minang kalau tidak Islam!

Pada abad ke 18 itu ada tiga hal besar nan terjadi. Pertama, Islamisasi. Kedua ketegangan Kaum Ulakan dan Urang Siak dengan Kelompok Adat. Ketiga, krisis di alam Minangkabau. Ambo harap dunsanak sabar membaca artikel ko dan menantikan artikel lanjutan lain tentang Islam di Minangkabau. Nan pertamo kito akan bahas soal Islamisasi surau orang Minangkabau oleh Urang Ulakan di pesisir barat, dan Urang siak dari timur melalui surau-suraunyo.

III

Sanak sakampuang pecinta sejarah Minangkabau!! Sebuah fakta sejarah kalau agama islam dari pesisir barat Minangkabau dibawa dan disebarkan melalui tiga pola. Pola pertamo adalah dari orang Arab sendiri yang datang dengan tujuan berdagang atau pengelana sufi. Pesisir barat Minangkabau sejak berabad-abad lalu sudah menjadi tempat singgah para pedagang di luar kawasan Asia Tenggara.

Daerah barat Minangkabau ini telah terkenal sebagai pelabuhan yang menyediakan berbagai kebutuhan perdagangan internasional seperti emas, kayu manis, kopra, beras, dan hasil bumi lain. Jadi tidak heran bila di antara para pedagang itu ada yang berasal dari Arab dan menetap dengan tujuan mengajarkan agama Islam pada penduduk lokal. Dan tidak tertutup pula kemungkinan para pengelana sufi menjadi penumpang di kapal dagang-kapal dagang dengan tujuan mencari lokasi perenungan akan eksistensi alam, manusia dan ketuhanan, dimana di tempat asal mereka praktik kesufian itu menjadi masalah besar oleh penduduk atau penguasanya. Alam pesisir yang terbuka, tenang dan damai tampaknya telah menarik perhatian mereka untuk turun dari kapal dan mengajarkan agama Islam pada penduduk lokal.

Pola kedua adalah dari pedagang atau pengelana sufi yang berasal dari negeri-negeri yang telah memeluk Islam, seperti Gujarat, india, atau Indochina lain. Mereka berdagang dan menetap untuk sementara waktu sembari menunggu angin baik yang membawa mereka ke selatan atau ke utara yang memerlukan masa sekitar 4 sampai 6 bulan.

Pola ketiga dari pembawa dan penyebar agama Islam ke negeri ini adalah adanya peran orang Minangkabau sendiri. Mereka pergi ke Mekkah atau mengunjungi pusat-pusat pendidikan Islam dan kembali ke kampung mereka mengajarkan islam pada anak negerinya melalui satu lembaga pendidikan bernama surau. Surau kala itu telah terkenal sebagai pusat penyembahan atau pendidikan klasik era hindu budha. Di titik ini surau diislamisasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *