Jadi Guru Jaman Now

https://pixabay.com/id/vectors/poster-guru-hari-papan-tulis-5565858/
Kato.id
Nova Reni Rasyid
Guru

Suatu ketika, di kala sendiri. Terkadang aku menyadari bahwa diri ini bukanlah sosok guru tauladan. Tauladan yang baik bagi siswaku. Aku ingin seperti kawan guru lainnya. Kalem. Keibuaan. Lembut. Pokoknya segala attitude dan tupoksi yang melekat dari sosok seorang guru. Tetapi itu rasanya bukan aku. Bagi orang lain atau siswaku.

Aku hanya ingin menjadi sosok guru yang membawa kegembiraan pada mereka. Biasaya bila baru turun dari kendaraan menuju kelas, aku berjalan dengan cepat dan bernyanyi. Aku bernyanyi-nyanyi kecil, sembari menyapa mereka dengan lirik lirik nyanyianku. Bagiku lagu dan liriknya adalah alunan kebahagiaan yang mesti dibagi. Jadi jangan heran, bila saat di luar kelas.

Saat bosan

Saat rasa bosan sudah menyergap. Maka mulailah ada aliran rasa yang menyeruak keluar. Dan aku pun mulai bernyanyi-nyanyi kecil meluapkan segala perasaanku kala itu. Ada rasa senang yang menjalar dan ingin aku bagi dengan siswa-siswaku itu. Aku langsung mengajak siswa bernyanyi dan bersorak sorai.

Tapi tak semua pesan kegemberiaan ini dapat diterima para siswa-siswiku. Bagi siswa kelas yang mayoritas anak pintar dan motivasi belajar yang tinggi, kelakuanku ini tidak mendapatkan respon baik. Mereka merasa aneh. Mungkin mereka berpikir apa yang kulakukan membuang waktu mereka. Yah, akhirnya aku kembli berceramah dengan serius.

Pernah suatu ketika ada satu siswa pernah spontan sambil mengatakan, “Bu…udah Bu! Yuuk menerangkan lagi..” katanya.

Aku paham anak-anak ini hidupnya terlalu serius. Dan memang dibuat serius oleh lingkungan. Seakan hidup mereka hanya seputaran materi ajar. Namun di kelas lain yang siswanya mayoritas siswa yang untuk mendengar tiga menit saja susah, kebiasaanku ini malah ditunggu tunggu. Anak-anak kelas ini justru lebih bahagia dengan kebiasaanku. Mereka turut bernyanyi bersama. Mereka suka bernyanyi. Berpuisi. Terakhir ini kami kadang main tik-tok.

Metode tik-tok

Bagiku bermain tik-tok adalah media asyik dan menyenangkan mentransfer ilmu pengetahuan. Sayang cara ini membuatku tak disenangi guru-guru lain, termasuk orangtua, dan siswa. Suatu kali pernah seseorang mengritik aku langsung di depanku dalam memberikan tugas ke siswa dengan aplikasi Tik-Tok. Saat itu aplikasi ini masih baru dan mereka anggap memberikan dampak negatif bagi siswa. Kritikan itu kuanggap baik sebagai bagian introspeksi diri.

Tetapi di sisi lain, aku percaya. Apapun metode pembelajaran kita sebagai guru. Selagi siswa senang. Tidak mengumbar keseksian. Dan pimpinan tidak memberikan teguran. Hal itu adalah pekerjaan positif, karena dapat membantu siswa memahami materi ajar. Tersebab hal ini aku tetap semangat dengan metode pengajaranku.

Usahaku yang lain adalah mendekatkan siswa-siswiku dengan dunianya sendiri. Anak-akan itu adalah generasi G 4.0. Dunia mereka sarat dengan lingkup audio-visual. Bukan lagi tekstual dalam bentuk buku-buku dan tugas tulis. Mereka adalah generasi FB, instagram, twitter, telegram, dan youtube. Saban waktu di luar dunia mereka di sekolah yang cuma beberapa jam.

Semua aplikasi teknologi-informasi itu bagian dari hidupnya. Hape atau telpon pintar dengan instalan aplikasi itu menemani mereka di mana saja. Maka dari itu, kusadari kalau kita para guru tak peka hal ini, tentu proses edukasi kita akan ketinggalan zaman. Dianggap kuno. Efeknya mereka cenderung sulit berkembang. Mereka akan jauh meninggalkan kita para guru yang coba memberi mereka bekal di masa datang.

Merdeka-Belajar

Maka dari itu, aku buatkan satu chanel youtube.com sebagai media pembelajaran, dan tugas untuk para siswa-siswiku. Aku mempost tugas-tugas mereka. Menshare semuanya ke berbagai sosial-media. Konten yang mendapatkan view dan like terbanyak. Akan kuberikan reward berupa uang belanja sebanyak 300 ribu. Ternyata para siswaku antusias mengikutinya.

Dan aku memenuhi janji. Salah satu siswaku projectnya berhasil meraih like dan share terbanyak. Bagiku tugas ini adalah harapan agar mereka punya rasa percaya diri, kreatif, dan inovatif.

Harapanku ternyata menjadi kenyataan. Seiring dikeluarkannya kebijakan Mas Menteri melalui Merdeka Belajar. Menteri meminta dan mendorong para guru Indonesia merancang metode pembelajaran berbasis project untuk memacu kreatifitas peserta didik. Program ini aku rasakan sangat tepat bagi diriku yang suka mengikuti perkembangan zaman, dan suka mengajar tanpa tekanan. Tanpa terkungkung dalam aturan aturan yang kuanggap sudah tidak tepat lagi di era milenial ini. Kebijakan itu juga memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada guru untuk menjadi guru merdeka. Sesuai ciri khasnya masing masing.

Namun aku tetap menyadari tugasku sebagai guru tidak mudah, karena semua gerak-gerikku akan mereka tauladani. Semua siswaku akan mencontohi. Namun kuyakin apapun gaya dan style-ku mengajar. Hanya satu harapanku; siswaku bisa senang. Tersenyum. Riang. Meski kuyakin di balik senyum mereka, kadang ada titik air mata yang disembunyikan. Tugasku  membuat mereka kembali tersenyum, dan ceria. Meyakinkan mereka bahwa masa depan yang cerah tengah menunggu.

7 thoughts on “Jadi Guru Jaman Now

  1. Kereeennn…Rerenn..guru itu memang harus kreatif ..inovatif..ekspresif dalam PBM….jaman sudah berobah.Guru tak boleh vakum dan staknan dg segala perkembangan zaman di era global ini…..lanjutkan perjuangan….mendidik generasi G.4.0….hebat…mantaaap 👍👍👍💥💥💥💥💥

  2. ibu reni guru yg asik,guru yg ceria,slalu semangat dlm membimbing anak² murid nya,ibu reni guru yg the best.
    maaf kalau ada kesalahan yg buat bu reni kecewa.
    semangat ibuu dalam mengajarnya.
    i love u.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *