Bernegosiasi dengan Waktu: Menjadi Guru dan Orang Dagang Dalam Satu Edaran

Penulis
Kato.id
Nova Reni Rasyid Guru SMP Semen Padang

Pengaruh guru meluas di luar kelas, jauh ke masa depan.” – F. Sionil Jose (Sastrawan Filipina)

Semua orang pasti belajar dari seorang guru. Hampir semua profesi berasal dari pengetahuan sang guru. Guru memberi mereka pengalaman, serta pilihan-pilihan yang akhirnya menginspirasi mereka menentukan jalan hidup mereka. Jasa seorang guru tak ubahnya pokok buah yang terus tumbuh memberi kehidupan pada anak didiknya.

Guru adalah manusia biasa. Meski mereka berbeban banyak oleh tuntutan sekolah (materi, tauladan, dan membentuk karakter siswa). Namun terkadang banyak orang abai pada kebutuhan para guru. Salah satu kebutuhan guru adalah kesejahteraan. Bagaimana seorang guru dapat menjalankan semua tanggung jawab moril dan tuntutan orang banyak? Apabila pada diri mereka masih terselip persoalan finansial yang mengganggu.

Guru cum Orang Dagang

Hari ini fenomena guru mengajar, sambil berbisnis bukanlah dosa. Hal ini satu realitas yang kian hari makin marak. Apatah lagi seiring perkembangan teknologi dan informasi yang semakin canggih. Para guru dapat memanfaatkan segala aplikasi pengajaran, sembari mencari jalan menambah penghasilan.

Siswa Sekolah Radja Bukittinggi, tahun 1919 Sumber: http://hdl.handle.net/1887.1/item:722750

Banyak faktor melatarbelakangi sosok guru menggeluti dunia bisnis. Selain keuntungan atau laba relatif dapat membantu dapur mereka. Menjanjikan. Alasan lain adalah  status mereka sebagai  guru partikelir, yakni mereka yang mengajar di sekolah swasta. Sebagai guru honorer atau swasta yang penghasilannya bergantung jumlah jam mengajar. Tanpa tunjangan pasca purnabakti atau tugas masa dinas selesai. Untuk itu tanpa mereka memutar otak bagaimana mencari penghasilan lain di sela beban mengajar, merupakan kebutuhan yang tak bisa juga mereka abaikan dalam kondisi krisis kini.

Maka dari itu, saat pandemik kini para guru mau tak mau terpaksa menggunakan secuil waktunya menjadi Orang Dagang. Pada sela-sela pembelajaran tatap muka yang berbarengan dengan pendedahan melalui media daring teranjur mereka gunakan mencari tambahan penghasilan. Namun seiring tugas pengajaran sebagian besar guru kini berjalan di rumah masing-masing (mereka dan siswanya). Guru bisa saja menyandingkan kinerja sebagai pengajar dan Orang Dagang itu. Guru bisa manfaatkan sela waktu secara efisien terjun menggeluti dunia yang berhubungan dengan jual beli barang dan segala aktifitasnya itu.

Negosiasi

Namun kadang dua profesi, sebagai guru dan orang dagang, tak mudah dalam hal bernegosiasi, terutama kala mereka mengelola waktu. Mengajar adalah passion, sementara dagang merupakan viabilitas (daya kebertahanan atas cita-cita mencerdaskan anak bangsa). Tambahan pula guru merangkap Orang Dagang memiliki stigma negatif dalam di dunia pendidikan. Ya pandangan buruk dari para kolega. Tuduhan miring para orangtua. Atau cibiran masyarakat seakan guru sekaligus Orang Dagang adalah lelaku hina.

Kemodernan Siswa Sekolah Radja di Awal Abad ke-20 Koleksi Foto Tropen Museum

Tuduhan miring itu tentu dapat kita anggap wajar. Lebih-lebih bila melihat penggalaman guru panggalas sebelumnya. Mungkin ada oknum guru kala menjadi penggalas justru melalaikan tugas utama sebagai inang keilmuan. Melanggar disiplin sekolah tempatnya bekerja. Sering terlambat mengajar. Menggalaskan barang dagangannya saat jam pembelajaran. Atau pulang cepat untuk mengurus bisnisnya, sehingga lalai pada tugas pokok dan fungsi utamanya.

Meskipun demikian, stigma negatif tersebut tentu tak bisa kita samakan pula dengan para sebagian abdi bangsa ini yang tetap komit pada tugasnya sebagai pendidik. Mereka yang bisa mensejajarkan sebagai pendidik dan Orang Dagang. Bila dua profesi ini dapat guru jalankan beriringan, tentu banyak hal positif  dunia pendidikan dapatkan. Bagi guru. Pengayaan pengalaman siswa. Bahkan teruntuk masyarakat dan institusi pendidikan itu sendiri.

Profesi guru dan pedagang ibarat sebelas dua belas. Sama sama saling berinteraksi. Guru berinteraksi dengan siswa. Sedangkan pedagang berkait konsumen atau pembelinya. Guru menghadirkan pesan pengetahuan, moral dan etika. Adapun Orang Dagang membawa pesan keunggulan suatu barang jualannya. Masyarakat menuntut guru memberikan contoh dan tauladan. Guru pun mesti mencontohkaan kebiasaan disiplin, mandiri , luwes, sopan, sabar, dan ramah. Tetapi sama halnya dengan Orang Dagang. Profesi ini juga memiliki kharakter disiplin, luwes, ramah, dan tidak pemarah. Kata orang, jangan jadi Orang Dagang bila tak bisa senyum.

Karakter

Jadi jika semua kharakter Orang Dagang ini juga milik seorang guru. Tentu saja akan lahir guru yang selalu disiplin. Salah satu kharakter utama Orang Dagang adalah menghargai waktu. Seorang pedagang pasti menggunakan waktunya seefektif mungkin. Mereka tidak suka membuag waktu dengan percuma. Time is Money bahasa Baratnya. Guru cum Orang Dagang juga menjadi inspirasi bagi siswanya. Profesi serempak ini melahirkan guru pandai sekali bicara dalam memotivasi anak didiknya.

Para guru di Sekolah Radja Bukittinggi tahun Akhir Abad 19 Foto Koleksi Tropen Museum

Guru sukses dalam berdagang dapat menjadi motivator bagi siswanya agar bekerja keras dalam meraih cita cita. Apalagi sekarang guru tuntutannya adalah menciptakan generasi yang tidak hanya menunggu dan menerima, tapi generasi yang mencipta. Selain itu, keunggulan dari guru yang juga berbisnis adalah mereka dapat membuat gerakan bersama orangtua siswa, atau komite dalam mensukseskan perekonomian siswa dan keluarganya.

Misalnya guru cum Orang Dagang bisa melihat celah-celah keuntungan bila bekerja sama dengan orangtua siswa. Mereka pun bisa saling mempromosikan dagangan bila ada orangtua siswa juga berprofesi sebagai pedagang. Dalam konteks dukungan sekolah. Sekolah dapat saja membuat suatu group online sebagai fasilitasi orang tua siswa yang juga berdagang. Bayangkan jika kerjasama ini berjalan dengan baik, tidak ada lagi kita mendengar siswa telat bayar spp, buku, dan peralatan sekolah.

Semua itu tentu tak mudah orang terima. Semua kebaikan dari profesi guru sekaligus pedagang  itu, pada tataran masyarakat lain terkadang mendatangkan momok negatif. Apalagi bila sang guru tak bisa bernegosiasi waktu. Kadang dalam proses pembelajaran berlangsung, mereka mencuri curi-curi waktu berinteraksi dengan supplier mereka. Atau bertransaksi dengan konsumen secara online kala memberi penerangan di depan kelas. Keadaan ini tentunya tidak baik. Para guru serempak Orang Dagang tidak boleh mendatangkan tudingan dan kekecewaan orangtua akan keseriusan mereka dalam mendidik anak-anak bangsa kita. Seorang guru menggandeng tangan, membuka pikiran, dan menyentuh hati sebut seorang waskita.

Utama

Walau bagaimanapun, seorang guru tetaplah tugas utamanya mendidik, mengayomi serta mencerdaskan anak bangsa. Jikapun sela-sela mengajar mengharuskan mereka menyelesaikan persoalan bisnis. Mereka mesti berusaha mengganti waktu yang terpakai tersebut. Berbuat sesuatu yang positif untuk siswa dan sekolah. Misalnya mereka membuat video video pembelajaran. Melakukan Zoom meeting dengan siswa yang belum paham materi kala tatap muka di sekolah. Menulis dan memberikan beragam info di group mata pelajaran. Kini belajar tidak harus tatap muka, tapi dimanapun bisa. Tersebab seperti Dave Cullen sampaikan. Seorang guru tidak bisa benar-benar mengajari anak didiknya apa pun. Tetapi para guru hanya bisa menunjukkan jalan dan memotivasinya untuk mempelajarinya sendiri.

Para guru merupakan penyedia kondisi di mana para murid-murid belajar banyak hal, tulis Albert Einsten. Untuk itu, antara menjadi pendidik dan Orang Dagang, kembali pada guru itu sendiri dalam menegosiasi dua profesi ini. Bagaimanapun, guru yang baik mestinya dapat menginspirasi harapan, menyalakan imajinasi, dan menanamkan kecintaan belajar siswanya, mengutip Brad Henry. Pada akhirnya apa yang seorangg guru tulis pada papan tulis kehidupan mereka (sebagai pendidik atau Orang Dagang), tidak akan pernah bisa dihapus, tulis seorang bijak satu waktu. Jadi “Guru yang biasa-biasa saja menceritakan. Mentor yang baik menjelaskan. Suhu yang unggul menunjukkan. Guru hebat menginspirasi,” jelas William A. Ward. (Editor: Yudhi Andoni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *