In Memoriam Adriyetti Amir: Seorang Guru yang Mengajarkan Arti Kegagalan

“Nak Rang…” Adalah panggilan akrab Dra. Adriyetti Amir, SU pada anak-anak muda yang selalu mengelilinginya dengan harapan banyak belajar dari Beliau. Buk Yet atau Tek Siar beliau dikenal dalam lingkungan intelektual Sumatera Barat atau Minangkabau. Beliau berpulang pada 2018 lalu meninggalkan rongga dalam akan mata air kearifan yang tak akan pernah mengalir lagi.

Oleh:

Salam lestari sastra. Nama Ibu Adriyetti Amir bagi kalangan tertentu jelas tak asing lagi. Bagi yang lain, barangkali seperti angin sepoi-sepoi. Hanya terkisah sayup-sayup siapa dan apa kiprah beliau sebagai ilmuwan sastra di Indonesia.

Berikut adalah cuplikan wawancara penulis dengan Ibu Adriyetti Amir. Tulisan ini pernah dimuat di Harian Singgalang Minggu. Beliau adalah mantan Dekan Fakultas Sastra (sekarang FIB) Universitas Andalas. Lepas dari semua itu, beliau adalah tokoh pendidik penuh dedikasi. Inspiratif. Dan punya integritas kuat sebagai intelektual.

Ibu Yet, demikian beliau senang dipanggil. Pulang ke haribaanNya pada 2018 lalu. Tulisan ini didedikasikan untuk mengenang beliau kembali. Semoga ilmu yang pernah beliau ajarkan kepada kami, yang secara langsung beruntung pernah menjadi anak bimbingannya, menjadi amal beliau yang tiada putus-putusnya. Amin.

***

Pola pikir

Taklah mudah bagi Adriyetti Amir mengubah pola pikir keluarganya dan masyarakat tentang pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan, terutama bagi perempuan. Perempuan Minangkabau secara konvensional masyarakat Minangkabau pasca PRRI menyepakati bahwa tak penting bagi perempuan bersekolah tinggi-tinggi. Toh, tinggi pun pendidikan ujung-ujungnya juga akan bekerja di dapur, sumur dan kasur.

Tapi pemahaman itu tak barlaku bagi wanita satu ini. Bergelut dengan buku-buku menjadi kesenangannya. Utamanya buku sastra.

“Saya membaca karya-karya sastra yang tak boleh dibaca ketika itu. Untunglah saya dekat dengan orang pustaka dan saya dibolehkan menyendiri di bagian belakang pustaka. Tempat buku-buku bermutu digudangkan”, kenangnya.

Dengan kegigihannya itulah sekarang ia menjadi masternya sastra lisan Minangkabau. Adriyetti Amir yang senang dipanggil Iyet ini sekarang tengah menelusuri apakah ada sastra Minang Modern itu?

Salah satu bentuk penelusuran Iyet yaitu dengan bertanya dan “meminta” data-data ke Ajo Suryadi yang menjadi peneliti di Leiden, Belanda. Baru-baru ini juga Iyet menerbitkan buku Kapita Selekta Sastra Minangkabau (2009).

Tek Siar

Selain mencari dan menelusuri, Iyet tampak juga tak sabar dengan pencariannya. Ia pun ingin terlibat dalam mewarnai keberadaan sastra Minang modern itu. Dan ia melakukannya dengan menulis kisah keseharian ”Tek Siar” yang dimuat di harian Singgalang.

Tek Siar adalah potret kita. Dengan baik sekali Iyet memberi kita cermin sosial. Tempat berkaca sudah sampai di mana kebaikan sosial kita sebagai orang Minang, dan yang paling penting lagi menjadi Urang Minang. Tek Siar ingin menjadi etek bagi kita, ibu pengganti. Ibu kecil yang kritis, nyinyir, tapi lembut dan menyayangi.

”Sastra modern Minangkabau itu sangat penting bagi kita. Dia identitas kita. Diantaranya adalah lagu, nyanyian Minang, atau prosa liris”, jelas iyet.

Dia milik kita, dan kita merasa itu bagian dari kita. Rasa kepemilikan itu akan menggelora jika kita di rantau. Kesusastraan Minangkabau itu menggunakan bahasa dan bernilai tinggi. Isinya malereang. Bahasanya menyimpan kecendikiaan.

Pesan

Sebagai sastra dia membawa pesan. Karena itulah generasi Minangkabau mesti tahu, kalau ia memiliki kesusastraan tinggi. Dan ini identitasnya. Selain itu, dia menjadi bagian objek diplomasi dengan budaya dan susastra luar Minangkabau. Demikian tutur iyet menerangkan betapa pentingya sastra Minang modern itu.

Dari Iyet kita juga tahu bahwa sastra Minangkabau itu tak hanya kaba-kaba dan pantun-pantun. Hal ini dikarenakan bahwa orang Minang itu dinamis. Ada perkembangan dan perubahan pada setiap zamannya. Perkembangan dan perubahan itu kemudian melahirkan karya-karya bermutu yang membawa zamannya. Bahkan sekarang juga ada lagu ”Rap Minang”. Kita tak bisa menutup mata bahwa ini bagian dari keberagaman sastra Minang itu. Walau Rap Minang ini tak membawa kultur Minang.

Selain itu, wanita yang pernah menjadi dekan Fakultas Sastra ini berharap dengan menggali dan melakukan penelitian tentang sastra Minangkabau modern, ia bisa mentransformasikan kearifan dan kekayaan intelektual Minangkabau pada generasi berikutnya.

”Generasi yang nota bene telah bergelimang budaya global. Generasi yang blak-blakan dan tanpa kontrol sosial yang jelas,” urainya dengan keprihatinan.

Makna kegagalan

Apa yang telah dicapai Iyet taklah semudah membalikkan telapak tangan. Usahanya tak lepas dari menghadapi rasa putus asa. Beberapa kali Iyet mengalami putus asa dalam menyelesaikan studinya. Seringnya kiriman uang tak datang membuatnya berniat untuk pulang kampung saja.

Namun, pembimbingnya memberi support agar Iyet tetap menyelesaikan kuliahnya. Maka demi pendidikannya Iyet tak segan-segan bekerja sampingan.

”Menjadi surveyor, mengetikkan tugas-tugas teman, bahkan mengasuh anak orang pun Iyet lakukan” tutur Iyet menerawang.

Wanita yang peduli pendidikan ini sangat bersyukur. Di tengah keterbatasannya ia masih bisa berbagi. Sebagian dari upah kerjanya dibelikannya ke buku-buku loak yang bermutu. Iyet tak gengsi membongkar-bongkar buku-buku berdebu itu demi mendapatkan buku yang bagus.

Demi mendapatkan buku-buku itu juga Iyet harus menahan selera dan menunda kebutuhan sendiri. Iyet berpikir buat apa baju bagus jika tak bisa punya buku-buku. Semenjak menjadi dosen Fakultas Sastra, buku-buku yang Iyet punya sering dipinjamkan ke Mahasiswanya. Tapi tak jarang Iyet merasa sedih, ternyata banyak bukunya sering tak kembali.

”Mungkin memang begitu jiwa orang muda kini…”senyumnya arif.

Iyet yang menyenangi lirik-lirik lagu Peterpan ini memang pernah gagal. Namun yang menjadi pelajaran penting dalam hidupnya. ”Bahwa sesuatu yang dilakukan setengah hati tak akan menghasilkan hal yang sempurna, Nak Rang,” tuturnya meyakinkan menutup pembicaraan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *