Begini Orang Minang Dulu Kasih Makan Keluarga, Kaum, dan Pendatang ke Nagarinya: Lumbuang di Minangkabau Lampau

Kok indak rangik di tuduang, cubadak ampaian kain. Kok indak emas nan dikanduang, dunsanak jadi urang lain. Jiko indak ado pitih di pinggang, saudara nan karib jadi merenggang. Bilo ada cuan di puro, orang lain pun jadi saudaro.

Kato.id. Bila kita perhatikan kala berkunjung ke Rumah Gadang saat ini, rumah adat orang Minangkabau. Maka orang tak akan menemukan Lumbuang. Lumbuang adalah satu tempat penyimpan bahan makanan orang Minangkabau masa lampau.

Pada foto-foto Minangkabau klasik. Kita akan mudah menemukan foto Lumbuang yang berada di depan atau samping Rumah Gadang satu kaum. Sayang sekarang Lumbuang sulit kita temukan. Jarang bersua dalam satu kawasan Rumah Gadang masa kini. Apabila ada. Umumnya bangunannya saja yang mirip seperti Lumbuang. Namun tempat itu tak lagi berfungsi sebagaimana halnya Lumbuang masa adat masih dijunjuang.

Sebagai kawasan bentukan dari gagasan Duo Datuk Keramat. Datuk Katumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Lumbuang masa Minangkabau lampau berjenis dua. Pertama, Lumbuang berdasarkan gagasan dan filosofi Koto-Piliang. Kedua, Lumbuang meneladani prakarsa Bodi-Chaniago.

Adapun Lumbuang berteraskan Koto-Piliang bernama; Si Tanjuang Lapa, dan Si Tinjau Lawik. Sementara Lumbuang pada Bodi Chaniago berjenama Si Bayau-Bayau, Si Itiak Maharam, Kapuak Gadang, Kapuak Ketek.

Adalah terbaca oleh kami, karangan Hadji Djalaloeddin dalam majalah Berita Adat, No 3 Bulan Maret tahun 1935. Karangan itu berjudul, “Rahsianja loemboeng padi menoeroet aliran ‘adat jang qawi, syarak jang lazim di ‘Alam Minangkabau”. Maka tulisan ini kami urai berdasarkan kutipan Hadji Djalaloeddin tersebut. Seperlunya kami tambahkan, serta sesuaikan katanya dengan ejaan kini.

Lumbuang Minangkabau pada awal abad ke-20. COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gezicht_op_een_Minangkabau_dorp_met_rijstschuren_en_woningen_TMnr_60037136.

Rahasia Lumbuang

Lumbuang Minangkabau memiliki rahasia unik. Rahasia itu bersimbur pada empat fungsi yang menunjukkan peran penting para penjaga Lumbuang yang ada.

Rahasia pertama, setiap Lumbuang Minangkabau berdiri di atas permukaan tanah yang relatif tinggi. Tidak mudah orang menjangkau atau masuk ke dalam Lumbuang mengambil sesuatu di dalamnya.

Sumber: Foto Koleks Tropen Museum

Lumbuang sejak dulu tak memiliki tangga. Pintu masuk Lumbuang berada pada bangunan atas, dan kecil. Menurut Engku Djalaloeddin, hal ini tersebab mencegah keinginan semena-mena si empunya rumah mengambil apa saja tanpa berdasarkan kebutuhan. Bagaimanapun Lumbuang tak semata memiliki fungsi individual, tapi juga sosial.

Lumbuang Minangkabau memberi juga ruang penyediaan makan bagi orang luar satu kaum. Satu Lumbuang khusus terkadang mereka siapkan untuk tamu, masa panceklik, atau membiayai para perantau kaumnya yang hendak kembali.

Apabila isi satu Lumbuang hendak mereka ambil, maka mesti ada syarat dan rukun yang mesti mereka jalankan. Kampoeang batoea, roemah batoengganai. Tungganai Rumah Gadang merupakan orang yang mesti memimpin rapat untuk mengambil isi Lumbuang.

Setelah permintaan si poenja Loemboeng ditimbang dengan sedalam oleh Toengganai roemah serta telah menoeroet MUNKIN dan PATOET, laloe Toengganai memberi izin serta diberitahoe karib ba’id hampir dan djaoeh, ipar, besan, dan kerong kampoeng.”

Hemat

Rahasia kedua menurut Engku Djalaloeddin, Lumbuang Minangkabau pasti mereka bangun tinggi-tinggi. Hal ini tak saja menghindari tangan-tangan jahat atau binatang. Urusan ini juga agar “sipoenja loembong itoe djangan moedah-moedah saja mengambil padi walaupoen hak miliknja sendiri”. Coba bayangkan bila sebaliknya, pada satu waktu kala terjadi gagal panen dan seterusnya, tentu tak akan ada lagi bahan makanan mereka.

Rahasia ketiga Lumbuang Minangkabau yakni siapa berhak menaikinya dan mengambil padi atau hasil panen yang ada di dalamnya. Menurut adat Minangkabau, mereka yang berhak menaiki tangga Lumbuang ialah perempuan tertua dari kaum masing-masing. “Kalaoe kiranja seorang laki-laki jang mengambil padi dari loembong itoe, soedah tentoe mendjadi oepat goendjieng dan tjimooh dalam negeri”.

Sumber: Foto Koleksi Tropen Museum

Selain itu, laki-laki bersifat pemboros menurut penilaian rata-rata orang Minangkabau. Sementara perempuan bersifat pencemas dan penggamang. Maka dari itu, bila para perempuan tertua yang mengambil padi dalam Lumbuang. Tentu mereka akan mempertimbangkan hal-hal buruk yang belum terjadi, sehingga mereka mengambil padi seperlunya saja. Selain itu, kenapa perempuan tertua? Tersebab menurut Engku Djalaloeddin mereka sudah lama hidup, tentu telah banyak asam garam dunia.

Lama hidoep banjak dirasai, djaoeh djalan banyak dilihat.”

Rahasia terakhir Lumbuang Minangkabau ialah pada maraknya ukiran nan indah dan menarik hati yang tertera di sekelilingnya. Kebiasaan Lumbuang ini berukir bersadah linggam, ditjatoer dengan air emas, dan disepoeh dengan tanah kawi. Mengapa Lumbuang mereka buat indah dan menarik hati, agar sayang bila isinya kemudian habis. Keindahan ukiran Lumbuang akan membuat si empunya melupakan isinya. Bak petatah Minangkabau;

Lah ado djan dimakan, inda’ ado baroe dimakan.”

Demikan sejarah Lumbuang Minangkabau. Lumbuang merupakan satu institusi penting masa darurat, sekaligus memiliki makna dalam sekaitan hakekat hidup orang Minangkabau. Tanpa Lumbuang, sesungguhnya Rumah Gadang sekedar hunian bersama, tanpa arti sosialnya. Wallahu’alam. (Editor: Novi Yulia, S.S., M.Hum)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *