Rang Matua Saijo Membangun Negeri: Sekelumit Kisah Rang Matur di Tahun 1930an

Maninjau padilah masak, batang kapeh batimbo djalan. Hati risau dibao galak, bak paneh mangandoeang hoedjan (Majalah Matoea Saijo, Februari 1938).

Yudhi Andoni Sejarawan Universitas Andalas

(Kato.id/ 13/1/21). Selain Kotogadang dekat Kota Bukittinggi, Matur nagari paling maju di Minangkabau pada dekade awal abad ke-20. Meski relatif jauh dari Kota Bukittinggi sebagai pusat kekuasaan kolonial. Matur pada masa itu memberi rasa aman dan nyaman bagi pembesar kolonial menyinggahinya, bahkan membangun hunian di negeri ini. Kondisi tersebut membuat Nagari Matur jadi bahan ucapan para pembesar kolonial, dan berdampak pada kemajuan negeri.

Orang-orang Matur bukanlah para pembangkang masa itu. Mereka besar melalui alam yang memberi mereka kearifan harmonitatif. Jadi tak heran, hari ini kita bisa tengok banyaknya rumah-rumah berasitektur kolonial berdiri di tepian jalan dari Kota Bukittinggi menuju Danau Maninjau. Rumah-rumah itu bukti penerimaan orang-orang kolonial dalam masyarakat Matur.

Contoh lain dari penerimaan itu dapat kita lihat pada kemeriahan menyambut kelahiran putri Ratu Beatrix. Meski negeri sangat pelosok letaknya, bahkan tak banyak orang Matur yang berada pada pusat kekuasaan kolonial. Mereka uniknya merayakan secara besar-besaran hari kelahiran sang penerus tahta Belanda di Eropa tersebut.

31 hari lamanja hati sidang anak manoesia ditanah kita ini terboesoer, menanti kegirangan jang terbawa dengan lahirnya ketoeroenan Oranje. Toea moeda laki2 perempuan serta menjediakan segala sesoeatoe jang perloe bagi itoe. Ta’ seorang djoega jang mengomel dan berkesal hati.” (Majalah Matoea Saijo, No 2, Februari1938).

Gagasan utama

Gagasan utama para putra-putri Matur kala itu tertuju pada bagaimana membangun anak negeri mencapai kemajuan. Kemajuan kala itu berupa pendidikan modern. Semakin modern pendidikan mereka. Berimbuh maju mereka hidup di alam kolonial. Cita-cita ini yang bersemak di dada setiap orangtua di Matur.

Salah satu bukti kemajuan mereka, yakni berupa terbangunnya kultur literasi yang kokoh. Seiring banyaknya anak negeri Matur lulusan sekolah modern. Tingkat melek baca-tulis huruf latin pun meningkat, sehingga melahirkan kalangan terpelajar mereka. Munculnya kelas terpelajar ini menjadi dasar terbitnya satu majalah bulanan khas orang Matur. Majalah itu mereka beri nama, Matoea Saijo.

Pada 1937 orang-orang Matur pun mendirikan perkumpulan sosial mereka, Matoea Saijo. Sama namanya dengan majalah yang terbit tak lama setelah pendirian organisasi ini. Matoea Saijo menjadi salah satu penggerak utama pembangunan negeri ini.

Tradisi literasi orang Matur dalam majalah mereka menarik untuk kita baca. Pada berbagai artikel dalam Matoea Saijo tampak gagasan-gagasan orisinil dan bernas tentang pembangunan masyarakat Matur pada tahun 1930an itu. Salah satu adalah pendirian Koperasi Masa.

Koperasi Masa (Matoea Saijo) berdiri pada 1 September 1938. Koperasi ini lahir guna memudahkan anak negeri menabung, meski cuma setengah sen rupiah. Tradisi menabung sebagai perilaku orang modern telah menjadi tabiat bari orang Matur. Majalah Matoea Saijo menyebutkan.

Menjimpan wang; antara 10 boeah roemah dari mereka ada 8 boeah roemah jang tak tahoe menjimpan wang menoeroet semestinja. Diantaranja jang telah menjimpan wang sedikit2 wang berdikit2 dalam katjio, dan dia oentoekan bagi anaknja; tapi sebelumnja sampai seperak, telah berasa penoeh, lantas katjio dibelah dengan berdjandji akan mengganti wang itu diorang berlimau nanti, alah tibo orang berlimau, djandji tinggal djanji, wang tinggal habis.

Akan beladjar menjimpan di Post, mereka maloe, sedang wang hanja sebenggol doea benggol, akan ditaboengkan sampai setali, baroe dimasoekkan (disimpan) di Post, ja itoe satoe perkara soelit kedjadian; makloemlah pitih manih. Djadi menoeroet hemat kami, bagi orang kita jang  seroepa ini, wadjib kita memadjoekan perhatian serta memimpinkan soeatoe djalan hidoep, jang menerbitkan semangat mareka, tapi mana dapat didjalankan mesti kita tjapai. Oentoek memenoehi setengah hadjat jang diatas bertambah koeat tjita2 mendirikan Cooperatie orang banjak itoe ditengah2 negeri kita (Matoea Saijo, No. 11 November 1938).

Title: Raadhuis (balai) te Lawang bij Matoer ten westen van Fort de Kock http://hdl.handle.net/1887.1/item:768214

Gerakan tjiek roepiah

Selain mendirikan Cooperatie Masa, orang Matur pada 1930an juga telah memulai langkah gerakan sosial Tjiek Roepiah sakali latjuik (satu rupiah sekali beri). Atau masa sekarang sama halnya gerakan Gebu Minang, Gerakan Seribu Rupiah yang dulu muncul masa Orde Baru. Gerakan Tjiek Rupiah ini merupakan hasil kesepakatan para pengurus Matoe Saijo.

Tjiek Rupiah merupakan upaya urunan para anak negeri dan perantau dalam menyediakan bibit sapi untuk peternakan nagari. Para pengurus dengan bantuan perantau menilai dengan urunan satu rupiah itu. Uang yang berhasil mereka kumpulkan dapat membeli puluhan sapi. Sapi-sapi itu nantinya mereka harapkan berdampak langsung pada peningkatan ekonomi masyarakat.

Gadang namonjo Pintjoeran Gadang, talabih gadang hati ambo mandapek Kapoetoesan Rapat Tahoenan Matoea Saijo “tjiek roepiah sakali latjoeik” soenggoeh gadang bana latjoeik tjiek roepiah toe…sabab lah ba’ raso dibibia tjawan bataranak jawi; nanlah tarang labonyo manoeroeik bitjara engkoe Soetan Saidi, sakali bali 28 ekor tahinja sapagi…saboelan 840 onggok; satahoen tantoelah mandjadi Goegoek Pandan; alah boelieh diambiek kapoepoek, toelangnjo (karadjonyo) mandjadja, hasilnjo sawah manjadi, parak soeboer, tanam-tanaman hidoeik, pada masak, djagoeng mandoerai, katjang boneh, oebi jo telo kamek, taleh kadoea kin tentoelah badaroeih (Majalah Matoe Saijo, No 2, Februari 1938).

Perkumpulan P.A.K.A.I

Selain majunya pergerakan para lelaki Matur, para perempuan mereka pun tak mau kalah. Pada saat bersamaan, berdiri pula PAKAI (Pakajan Kaoem Iboe) Matur. Perkumpulan ini mengambil pusat aktivitas mereka di Sekolah Tsanawiyah Matoer. PAKAI mengadakan berbagai kursus kerajinan hari Minggu dan Selasa. Mereka sekaligus menjual barang-barang hasil olahan mereka ke Pasar Matur. Hasil produk perkumpulan ini dengan cap PAKAI meliputi tikar kursi, bantal kursi, topi anak-anak, syal, dasi, dan sebagainya.

Ketua perkumpulan PAKAI adalah Rj. Sawijah, seorang guru agama di Sekolah Tsanawiyah Matur. Ketua II PAKAI adalah Hasnah, sekretaris A Marlijah Wahab. Anggota PAKAI kala itu sekisar 80 orang.

Meski di akhir 1930an itu masyarakat Matur tengah bergelimang aktivitas kemajuan. Namun pada saat bersamaan mereka menghadapi persoalan rusaknya panen kala itu. Tikus menjadi hama paling mengganggu panen mereka. Akibatnya panen mereka jauh menyusut dari sebelumnya. 2/3 hasil pertanian hancur karena hama tikus, utamanya di Matur Mudik, dan Hilir.

Anak negeri Matoer Moedik bertangisan mengingatkan hasil petahoenan ini waktoe, ini sangat menjedihkan dipoekoel rata tjoema 1/3 dari penghasilan panen jang telah lewat. Sebagian anak negeri bermaksoed na’lekas toeroen ke sawah, begitoelah pada hari Djoem’at 11-2-1938 e. Kepala Negeri M Moedik, mendjatoehkan perintah keras, ta’ boleh toeroen kesawah lekas2, malah boleh menaboerkan benih boelan Juni ’38 ini, soepaja boleh mendapati moesim penghoedjan dan terhindar dari bahaja tikoes  (Majalah Matoe Saijo, No 2, Februari 1938).

Demikian sekelumit kisah tentang Nagari Matur. Tentu akan banyak peristiwa sejarah pada periode ini yang jadi hikmah. Semoga bisa kami sambung pada lain waktu dengan kisah yang lain. Insha Allah.

5 thoughts on “Rang Matua Saijo Membangun Negeri: Sekelumit Kisah Rang Matur di Tahun 1930an

  1. Attractive section of content. I just stumbled upon your web site
    and in accession capital to assert that I acquire actually enjoyed account your blog posts.
    Any way I’ll be subscribing to your augment and even I achievement
    you access consistently rapidly.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *