Merinding! Tumpak Betung Berdarah di Jorong Kuok III Koto

Setiap betung putus dipotong, saban itu juga darah mengalir. Akibatnya rumpun bentung ini menjadi keramat warga. Tak ada yang berani menebasnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sekarang tumpak betung ini merimba orang biarkan.

RENTI Penulis Muda

Kato.id. Hai Gaes, ketemu lagi dengan saya Renti dalam kisah lain tentang negeri kami Jorong Kuok III Koto. Kali ini saya mau cerita tentang kaba Batuang Badarah, atau Betung Berdarah. Tapi tunggu dulu Gaes!

Sebelum kita sampai ke sana. Sebagaimana kata si empunya kabar. Puti tacinto nak ka pakan, ka pakan pai mambali suto. Lah lamo curito bakabaan, kami maulang nak nyo nyato. Suto baragi bungo pandan, batabuah ameh basulaman. Kok sasek tolong maafkan, nanko kaba lamo nan bakabaan.

Batuang adalah bahasa kami sehari-hari, warga Jorong Kuok III Koto, Nagari Matua Mudiak, Kecamatan Matur, untuk menyebut betung. Batuang banyak kegunaannya. Para petani jorong kami sering menggunakan betung sebagai pagar. Pagar betung kami anggap relatif kuat menahan hama binatang liar, tapi tidak untuk hama “berkepala hitam”.

Oleh karena itu, tetanaman kami sering, kami lingkari dengan betung yang telah dibelah dan dirangkai memutari areal lahan pertanian. Betung juga kami gunakan untuk menyanggah tanaman dari deruan angin, terutama pokok yang relatif lemah, seperti penyanggah tumbuhan kacang-panjang, buncis, atau sejenisnya.

Selain itu, betung banyak kami gunakan sebagai bahan membangun pondok di sawah. Pokok besar betung kami pakai sebagai tiang. Sementara cacahan betung kami jadikan lantai, serta dinding pondoknya. Begitu banyak kegunaan betung di jorong kami, dan syukur tanaman ini relatif banyak tumbuh mekar untuk kami gunakan.

Kaba batuang badarah

Salah satu tumpak betung Jorong kami, warga namakan Batuang Badarah. Betung Berdarah. Pemberian nama yang menimbulkan pertanyaan. Nama yang membuat siapa saja yang singgah memunculkan rasa merinding bulu kuduk. Apa kisah dari munculnya nama tumpak bambu itu di Jorong Kuok III Koto? Beginilah ceritanya, Gaes.

Pada waktu dulu, adalah seorang petani yang ingin menebang betung untuk satu keperluan. Ia pun pergi ke rumpun bambu Batuang Badarah. Kala itu, tumpak bambu ini tidaklah punya nama. Ia telah menyiapkan alat pemotong berupa kampak untuk keperluannya itu. Si Petani pun mengasah kampaknya setajam-tajamnya. Entah kenapa hari itu besar sekali keinginannya untuk mengasah kampaknya tajam dan mengilat.

Setelah si petani merasa cukup tajam, ia pun menuju rumpun bambu yang telah diniatkannya. Setiba di tumpak bambu yang dituju, ia pun memilih batang bambu mana yang akan dipotongnya. Ia pun segera mengayunkan kampaknya dengan cepat dan kuat. Crass! Segera satu pohon bambu tumbang. Tapi astaga! Batang bambu yang ia potong mengalirkan sejenis cairan berupa darah. Menggenang dan mengalir tanpa henti dari lubang-lubang bambu yang ia potong. Petani tadi takjub, sekaligus heran.

Setelah menyaksikan darah yang terus mengalir, si petani tadi memutuskan tidak mau mengambil betung tebasannya tadi. Ada rasa kuatir dan takut dalam dirinya. Setelah menenangkan diri sejenak. Ia pun segera pergi meninggalkan tumpak betung berdarah tadi. Ia sangat gelisah. Ini adalah hal baru baginya. Biasanya tak pernah ia menebas betung yang mengeluarkan darah seperti itu. Bermacam dugaan muncul dalam fikirnya. Termasuk apakah dia tidak akan tasapo karena ulahnya menebas betung berdarah tadi.

Sesampai ia di rumah. Petani tadi menceritakan kisahnya pada warga. Tak banyak warga yang percaya. Mereka justru heran, dan mereka-reka kisah mistis apa yang ada di balik betung berdarah tadi.

Jadi legenda

Sebagian warga yang tak percaya akhirnya mendatangi rumpun bambu tempat si petani itu. Mereka sepakat membuktikan cerita si petani tersebut. Keesokan harinya, mereka mendatangi tumpak bambu itu. Meski menciutkan nyali karena cerita keluarnya darah dari batang betung. Salah seorang memberanikan diri kembali menebas salah satu pokok betung tersebut. Crass! Astaga! Benar. Betung itu kembali mengeluarkan cairan berwarna merah darah.

Setelah menyaksikan dengan kepala mereka sendiri, akhirnya warga kembali ke tempat masing-masing dengan membawa berbagai cerita yang telah dibumbui. Setelah adanya kejadian itu, akhirnya warga tak ada lagi yang berani menebang betung di tumpak tersebut. Mereka pun sepakat menyebut rumpun itu dengan nama Betung Berdarah!

Begitulah kisah Batuang Badarah di kawasan Arau Jorong Kuok III Koto kami, Gaes. Tapi tak usah kuatir bila berkunjung ke sana. Kini justru kamu-kamu bisa menikmati sejuknya angin yang mengalir di sela-sela dedaunan rumpun bambunya. Alam nampak begitu ceria, apalagi bebunyian air yang jatuh dari pincuran kecil di bawahnya. Membawa kesyahduan yang memikat. Bila kamu-kamu ingin ke sini. Kamu akan tahu, meski nama tumpak Batuang Badarah membikin darah berdesir, tapi alam di sini begitu asri dan menentramkan, lo.

Segitu dulu ya Gaes! Tulisan saya kali ini. Sampai ketemu di tulisan yang lain. Salam. (Ed. Novi Yulia, M.Hum).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *