Koran Sinar Sumatra: Cahaya Literasi di Langit Padang

Padang pada dekade awal abad ke-20 penuh gemerlap media massa. Surat kabar yang terbit di kota ini bak cendawan pada musim hujan. Media-media tersebut memiliki haluan beragam, seumpama adat, perempuan, agama, dan umum. Salah satu bintang dari surat kabar terbitan kota ini adalah Sinar Sumatra

Pada tampilan atas surat kabar ini tertulis huruf latin berkelindan dengan huruf Tionghoa. Namun sisi menariknya, Sinar Sumatra juga memakai penanda tarikh Arab.

Pada penanda waktu yang dipakai Sinar Sumatra, tampaknya redaktur mencoba meraih pembaca sebanyak-banyaknya. Mereka ingin Sinar Sumatra tidak terkesan eksklusif. Tertutup. Semata buat kalangan Tionghoa. Untuk itu, pemakaian waktu latin dan Arab jelas ingin meraih pembaca yang luas.

Sinar Sumatra dikemudikan Jap Gim Sek sebagai redaktur kepala. Surat kabar ini berkantor di Pondok, pecinaan Padang.

Koran Sinar Sumatra terbit pertama kali pada 1914. Sayang edisi awal surat kabar ini tak lagi bisa kita telusuri.

Edisi pertama yang kita temukan adalah pada 2 Januari 1924. Penerbitannya bertepatan dengan tanggal 26 Tjap It Gwee 2472 atau 23 Jumadil Awal 1342.

Surat kabar Sinar Sumatra berformat dua bagian. Bagian pertama berupa berita dan artikel redaktur atau orang lain. Bagian kedua yang lebih dominan adalah iklan berbagai usaha dari macam-macam panggalas.

Kampung Cina di Padang akhir abad ke-19, koleksi KITLV 84840, fotografer Nieuwenhuis, C.
Kultur literasi

Keberadaan Sinar Sumatra dalam kultur modern literasi orang Minangkabau memiliki pengaruh yang kuat. Orang-orang Tionghoa pada periode awal abad kemodernan itu menjadi pionir sekaligus penggerak penggunaan Bahasa Melayu sebagai media komunikasi intelektual. Para redaktur berbagai media terbitan kelompok ini berusaha mengangkat Bahasa Melayu tak sekedar ucap pasaran atau kasar yang sering menjadi cemoohan para tamatan sekolah Belanda (Gevernement).

Salah satu iklan dalam Sinar Sumatra, tahun 1924

Masa ini, Bahasa Belanda dan bercuap-cuap dengan Holland Spreken adalah penentu level keterpelajaran. Bila secuap pakai bahasa Belanda, secuap lagi pakai Minang atau Melayu. Aduhai malunya bila berani berkata-kata di Rumah Bola yang terdapat di kota.

Namun arogansi berbahasa itu kemudian mereka dobrak. Para redaktur dan penerbit surat kabar Tionghoa lebih bergairah menerbitkan surat kabar mereka dalam Bahasa Melayu. Mereka bahkan menjembatani lahirnya satu elite baru yang bangga berbahasa Melayu dan terpelajar dengan cara tuturan mereka sendiri.

Selain itu, media-media terbitan awal rintisan para jurnalis modern Tionghoa di Sumatera Barat juga memainkan peran pada proses transliterasi gagasan dari berbagai belahan dunia. Mereka tak sekedar mengenalkan budaya atau tradisi Tionghoa/ China daratan sana, seperti cerita-cerita sastra klasik, dan puisi. Mereka juga memublikasikan berbagai berita, artikel, dan fuilleton (prosa) dari negeri Belanda, dan lain-lain.

“…perloe boat satoe soerat kabar (itu) soepaja kabar-kabaran dari negeri asing jang tida bole ditinggal berdjalan sadja dengan tiada diketahoei” (Sinar Sumatra, Januari 1924).

Penyalinan

Penyalinan bahasa lain ke teks Melayu bukanlah perkara gampang. Kala itu para penulis lebih senang menulis dengan bahasa Belanda, Inggris, atau Jerman. Sedikit dari mereka yang mencoba menerjemahkan atau menyalin ke dalam tutur tulis Melayu, karena bahasa ini mereka anggap semata bahasa lisan sehari-hari di pasar.

Iklan penjahit di Pondon (SInar Sumatra, 1924)

Ketiadaan, atau relatif sedikitnya usaha me-Melayu-kan berbagai tulisan berisi gagasan baru merupakan salah satu misi Sinar Sumatra.

“…menjalin dari satoe behasa kedalem behasa Melajoe memang boekanja satoe pekerdjaan gampang, kernah selainnja behasa Melajoe ada sedikit soesa,, djoega ada banjak kakoerangan perkataan-perkataan jang setimpal dengan maksoed jang disalinken.

Itoelah ada kesoekeran jang pertama dalem pekerdjaan menjalin dari lain behasa ke behasa Melajoe” (Sinar Sumatra, Januari 1924).

Sinar Sumatra dalam sejarahnya telah menorehkan tinta emas akan peran penting literasinya dalam pembentukan kaum terpelajar nasionalis di Sumatera Barat. Sayang studi lebih mendalam dan detil akan isi dan kiprahnya dalam sejarah intelektual Sumatera Barat belum tergali. Surat kabar ini tengah menunggu para sejarawan atau peneliti mengunjunginya dan menjelajahi berbagai informasi sangat penting di dalamnya. Koran ini adalah sebuah adventure keilmuan bagi mereka yang intelek. (kt.id/editor: Yudhi Andoni).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *